Profile

Page

Provinsi Jawa Timur dibentuk sebagai daerah Swantara berdasarkan Undang-Undang No. 2 tahun 1950, tepatnya tanggal 15 Agustus 1950. Berdasarkan Undang-undang No. 7 tahun 1950 diadakan persiapan-persiapan untuk membentuk/menyusun DPRD namun banyak terdapat hambatan-hambatan teknis sehingga beberapa Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan Undang-undang No. 7 tahun 1950 terpaksa diganti, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 1950. Dengan PP tersebut dibentuk DPRDS Kabupaten/Kota Besar/ Kota Kecil yang dapat diselesaikan dalam bulan Oktober 1950. Namun tidak dapat bertahan lama karena ada mosi S. Hadikoesoemo pada tanggal 21 Januari 1951, sehingga DPRS propinsi terpaksa tidak dapat dibentuk. Dengan tidak adanya DPRS propinsi maka kekuasaannya sekaligus dipegang oleh Gubernur berdasarkan Instruksi Pemerintah Republik Indonesia No. 1 tahun 1950 no UU Darurat No.7 tahun 1945.
Walaupun Pemerintah tunggal dapat dilaksanakan namun tidak sesuai dengan alam demokrasi. Oleh karena itu pada tanggal 11 Oktober 1956 dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Peralihan Jawa Timur (DPRDP). Sejak saat itu kebijakan dalam bidang eksekutif oleh Dewan Pemerintah daerah (DPD) tidak hanya dipusatkan pada segi teknis pemerintahan akan tetapi juga segi-segi politik mulai mendapat perhatian yang sewajarnya.
DPRD Peralihan hanya berumur 1 ½ tahun yakni sampai dengan Juni 1958 dengan berlangsungnya Pemilihan Umum pada tahun 1957. Keanggotaan DPRDP Propinsi Jawa Timur terdiri dari 60 kursi sebagai berikut :

  • NU 21 kursi
  • PNI 14 kursi
  • PKI 14 kursi
  • Masjumi 7 kursi
  • AKUI 1 kursi
  • Partai Katholik 1 kursi
  • PRI 1 kursi
  • PSI 1 kursi


Sebagai hasil Pemilu 1957 tersebut maka segera dibentuklah DPD sebagai pengganti DPRD Peralihan.
Kemudian dalam bulan September 1960 dengan terbitnya Penetapan Presiden No. 5 tahun 1960 (LN. 1960/103.TLN 2042) dibentuklah Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRDGR). Ide gotong royong dimasukkan dalam DPRD, dalam penyusunannya terdiri atas wakil-wakil golongan politik dan golongan karya, dengan rincian sebagai berikut:
Golongan politik terdiri dari :

  1. Nasionalis;
  2. Islam;
  3. Kristen;
  4. Komunis;

 

Golongan karya terdiri dari:

  1. Angkatan bersenjata;
  2. Kerohanian;
  3. Pembangunan Spiritual.


Pada tanggal 1 September 1965 terbit Undang-undang no. 18 tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan daerah (LN. 1965/83 TLN. 2778) dengan undang-undang tersebut maka:

  • UU No. 1 tahun 1957 dicabut;
  • Penetapan Presiden 1959/6 disempurnakan;
  • Penetapan Presiden 1960/ dicabut;
  • Penetapan Presiden 1960/5 disempurnakan.


Perubahan fundamental yang terdapat dalam UU no. 18 tahun 1965 ialah bahwa:

  • Jabatan Kepala Daerah terpisah dengan jabatan Ketua DPRD GR (tidak lagi rangkap);
  • Tidak ada larangan bagi Kepala Daerah dan BPH untuk duduk dalam keanggotaan partai politik;
  • Kepala Daerah tidak didudukkan secara konstitusional sebagai sesepuh Daerah;
  • Anggota DPRD GR saat itu berjumlah 76 anggota.